JAKARTA - Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan keterangan saksi
ahli yang diajukan oleh pasangan Prabowo Subianto–Hatta Rajasa
meyakinkan karena berpijak pada hukum yang berlaku.
“Para saksi mengemukakan pentingnya demokrasi substansial, yang berlandaskan ketentuan hukum yang benar dan tidak sekadar memenuhi kaidah,” kata Pangi, Jumat (15/8/2014), seperti diberitakan okezone.
Menurut Pangi, Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014 adalah momentum penting dalam sejarah di Indonesia untuk pematangan demokrasi. “Akan lebih baik jika amar putusan MK bisa memenuhi rasa keadilan misalnya Pemungutan Suara Ulang (PSU) atau putusan lain yang tidak normatif,” terang Pangi.
Lompatan keputusan ini menurut Pangi diharapkan bisa membuat agar kontestan lain tidak bersikap sewenang-wenang atau melakukan pelanggaran. Pangi mengambil contoh kasus di Papua.
“Ini pendidikan politik dan hukum yang baik. Jika tak ada sanksi dan efek jera bagi pelanggar pemilu yang lakukan kecurangan, maka ujungnya bisa membuat orang melanggar dan terulang lagi di Pilpres 2019,“ ujar Pangi.
Jika ini terjadi, menurutnya, tidak ada pembelajaran bagi perbaikan sistem pemilu. “Sebentar-sebentar ke MK, sebentar-sebentar ke MK jika ada pelanggaran,” pungkasnya.
*sumber foto: KONTAN
“Para saksi mengemukakan pentingnya demokrasi substansial, yang berlandaskan ketentuan hukum yang benar dan tidak sekadar memenuhi kaidah,” kata Pangi, Jumat (15/8/2014), seperti diberitakan okezone.
Menurut Pangi, Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014 adalah momentum penting dalam sejarah di Indonesia untuk pematangan demokrasi. “Akan lebih baik jika amar putusan MK bisa memenuhi rasa keadilan misalnya Pemungutan Suara Ulang (PSU) atau putusan lain yang tidak normatif,” terang Pangi.
Lompatan keputusan ini menurut Pangi diharapkan bisa membuat agar kontestan lain tidak bersikap sewenang-wenang atau melakukan pelanggaran. Pangi mengambil contoh kasus di Papua.
“Ini pendidikan politik dan hukum yang baik. Jika tak ada sanksi dan efek jera bagi pelanggar pemilu yang lakukan kecurangan, maka ujungnya bisa membuat orang melanggar dan terulang lagi di Pilpres 2019,“ ujar Pangi.
Jika ini terjadi, menurutnya, tidak ada pembelajaran bagi perbaikan sistem pemilu. “Sebentar-sebentar ke MK, sebentar-sebentar ke MK jika ada pelanggaran,” pungkasnya.
*sumber foto: KONTAN